Vonis Jumhur 10 Bulan, Refly: Semua Orang Akan Bisa Dipenjara

Aktivis yang juga tokoh buruh, Jumhur Hidayat (foto: dok/facebook)

Pewarta Satu — Pakar Hukum Tata Negara yang juga advokat Refly Harun mengkritik penggunaan UU No.1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, khususnya Pasal 15 yang digunakan Hakim PN Jaksel menghukum Jumhur Hidayat, seorang aktivis yang juga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

KAMI dikenal sebagai sebuah aliansi para aktivis maupun politisi yang sering mengkritisi pemerintahan Presiden Jokowi.

Pasal itu berbunyi: “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun”.

Melalui channel Refly Harun di youtube Kamis malam (11/11) Refly menyorot frasa ” setidak tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar yang demikian akan atau mudah menerbitkan keonaran di kalangan rakyat…”

Artinya, keonaran yang dimaksud potensial aja. Sementara terhadap sebuah kabar, betapa banyaknya kita kita atau orang yang men-share berita yang tidak lengkap,tidak utuh. Pidato Presiden,misalnya, tidak mungkin kita siarkan semuanya, hanya bagian bagian tertentu saja. Kalau demikian, ”Kita bisa dipenjara semua,” kata Refly dengan tertawa kecil.

”Jadi ketika ada wartawan mengutip presiden, Presidennya pidato satu jam, dia kutip 5 menit saja, dan tiba tiba heboh orang, menerbitkan keonaran. Karena keonaran versi hakim ndak jelas indikatornya. Perdebatan di media sosial saja pro dan kontra dianggap onar…maka orang mungkin bisa kena panjara,” Wallahu Alam, Kata Refly dengan nada canda.

Refly menggaris bawahi, hukum itu harus rasional juga. ”Ngono yo ngono nik ojo ngono,” tambahnyamengutip pepatah Jawa.

Refly sependapat dengan Jumhur,bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap kasusnya menunjukkan bahwa semua orang terancam kena pidana melanggar Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 saat menyiarkan pendapatnya ke muka umum.

“Pasal itu, logikanya bisa kena kepada siapa saja. Cuma, kenapa pilihannya kepada saya,” kata Jumhur saat ditemui usai sidang pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (11/11)

Majelis hakim PN Jakarta Selatan, yang dipimpin oleh Hakim Ketua Hapsoro Widodo, sebagaimana dikutip Suara.com yang diulas Refly, memvonis Jumhur hukuman penjara 10 bulan karena ia diyakini bersalah melanggar Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal 15 UU No.1/1946 berbunyi: “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun”.

Sebagaimana dikutip Refly Harun, Jumhur sendiri tetap tidak terima dihukum karena dia merasa tidak bersalah. ”Saya Mau Bebas Murni Karena Tak Bersalah,” kata Jumhur.

Vonis majelis hakim itu bersumber pada dakwaan lebih subsider jaksa yang menuduh Jumhur menyiarkan kabar tidak lengkap, yang berpotensi menyebabkan keonaran.

Jumhur, lewat akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja.

Di akun Twitter yang sama, Jumhur pada 25 Agustus 2020 juga mengunggah cuitan: “Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah”.

Menurut Jumhur, unggahannya itu merupakan kritik dan pendapat. Oleh karena itu, ia meyakini vonis majelis hakim terhadap dua cuitannya itu merupakan ancaman terhadap demokrasi. (ram)

 

Brilliansyah: