Daerah Featured Hukum Kriminal

Menteri PPPA Kecam Keras Perbuatan Ayah Perkosa Anak Kandung di Solo

MenteriPPPA, Bintang Puspayoga. (Foto: Humas KemenPPPA)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengecam keras perbuatan keji seorang ayah kandung di Solo, Jawa Tengah, yang memperkosa berulang kali anak perempuannya sendiri yang masih berusia 13 tahun.

Menteri Bintang dalam keterangannya, Kamis, 23 Maret 2022, mendorong agar hukum ditegakkan seadil-adilnya untuk kasus tersebut dan jangan ada toleransi.

“Fakta bahwa lingkungan keluarga atau lingkungan terdekat anak tidak sepenuhnya aman, menjadi pembelajaran bahwa menjadi penting untuk membekali anak-anak kita dengan pengetahuan dan keberanian untuk melaporkan kekerasan yang ditemui atau dialami sebagai salah satu bentuk upaya melindungi dirinya sendiri,” kata Menteri Bintang.

Ia juga mengatakan karena Kota Solo sudah meraih predikat Kota Layak Anak (KLA), harapannya penanganan kasus ini bisa lebih baik dan komprehensif.

Bintang secara khusus berharap agar kasus tersebut segera diselesaikan dengan tuntas dan ada efek jera bagi pelakunya.

Kasus yang terjadi di Solo itu melibatkan ayah kandung berinisial AA (36), warga Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah, yang tega memerkosa anak kandungnya sendiri yang masih berusia 13 tahun.

Kasus ini dilaporkan secara langsung oleh ibu kandungnya, berinisial MEP (31) warga Kecamatan Jebres, Kota Solo, di Kepolisian Resor Kota (Polresta) Solo.

Saat ini pelaku AA telah diamankan di Mapolresta Surakarta untuk mempertangunggjawabkan perbuatan cabulnya itu. Kepada polisi, pelaku AA mengaku telah memperkosa anak kandungnya itu sejak Desember 2021.

Diketahui bahwa AA melancarkan aksi bejat terhadap putri kandungnya berulang kali di kamar yang sama saat sang istri sedang tidur.

Menteri Bintang menyayangkan hal itu terjadi sebab pelaku yang merupakan ayah kandung korban seharusnya menjadi sosok yang bisa melindungi dan mengayomi korban.

Menurut Bintang, pelaku dapat dikategorikan sebagai predator anak berperilaku menyimpang yang kelakuannya sudah tidak bisa ditoleransi sehingga perlu adanya efek jera.

Ia mengatakan bila pelaku terbukti memenuhi unsur Pasal 76D UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan yang ancaman maksimal-nya berupa pidana mati, seumur hidup atau penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Dalam hal karena tindak pidana dilakukan oleh Orang Tua yaitu ayah kandung, maka pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual dan predator anak bagaikan fenomena gunung es dimana dari kasus yang terungkap, kata dia pelaku sebagian besar merupakan orang terdekat.

Oleh karena itu, kasus kekerasan seksual terhadap anak menurut Bintang harus menjadi perhatian serius seluruh pihak. Pengawasan dan antisipasi harus dikedepankan agar kasus serupa tidak terulang.

Menteri Bintang mengapresiasi aparat Polresta Surakarta yang telah merespons cepat dan menangani kasus tersebut. Ia juga mengajak semua pihak termasuk korban untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan dapat melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.

“Pemerintah juga telah menyediakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di 29 Provinsi dan 165 Kabupaten/Kota yang siap memberikan pendampingan kepada seluruh masyarakat, terutama perempuan dan anak Indonesia,” katanya.

Agar kasus serupa tidak kembali terjadi, Kemen PPPA melalui Dinas PPPA juga melakukan evaluasi dan optimalisasi upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. “Pelibatan peran serta masyarakat juga menjadi penting agar untuk mendeteksi dan memberikan penanganan awal kasus kekerasan terhadap anak,” katanya.(Maulina)

Leave a Comment